Pesta Lomban di Jepara pada awalnya adalah
pesta masyarakat nelayan di wilayah Kabupaten Jepara, dalam perkembangan pesta
ini telah menjadi milik masyarakat Jepara pada umumnya. Pesta ini merupakan
puncak acara dari Pekan Syawalan yang diselenggarakan pada tanggal 8 syawwal
atau 1 minggu setelah hari Raya Idul Fitri.
Pesta
lomban oleh masyarakat Jepara sering pula disebut sebagai “Bada Lomban “ atau ''Bada
Kupat'' . karena pada saat itu masyarakat
Jepara merayakannya dengan memasak kupat dan lepet , masakan itu pila bisa
dimakan dengan berbagai masakan lezat seperti : opor ayam, rendang daging,
sambal goreng, oseng-oseng dan lain sebagainya.
Kupat adalah bentuk tradisional yang tidak
asing lagi bagi masyarakat khususnya masyarakat Jawa Tengah. Kupat ini terbuat
dari beras yang dibungkus daun kelapa muda
(janur), rasanya seperti nasi biasa.
Sedangkan lepet hampir seperti kupat tetapi terbuat dari ketan disertai parutan
kelapa dan di beri garam. Lepet ini rasanya lebih gurih dan dimakan tanpa lauk.
Bentuknya bulat panjang sekitar 10 cm.
Pesta
Lomban masa sekarang kini telah dilaksanakan oleh warga masyarakat
nelayan Jepara bahkan dalam perkembangannya sudah menjadi milik warga
masyarakat Jepara khususnya. Hal ini nampak partisipasinya yang besar
masyarakat Jepara menyambut Pesta Lomban. Dua atau tiga hari sebelum Pesta
Lomban berlangsung pasar-pasar di kota Jepara nampak ramai seperti ketika
menjelang Hari Raya Idul Fitri. Ibu-ibu rumah tangga sibuk mempersiapkan pesta
lomban sebagai hari raya kedua. Pedagang bungkusan kupat dengan janur (bahan
pembuat kupat dan lepet) juga menjajakan ayam guna melengkapi lauk pauknya.
Pada
saat pesta Lomban berlangsung semua pasar di Jepara tutup tidak ada pedagang
yang berjualan semuanya berbondong-bondong ke Pantai terdekatnya masing-masing.
Pesta Lombang biasanya berlangsung sejak jam 06.00 pagi dimulai dengan upacara
Pelepasan Sesaji dan lain sebagainya. Upacara ini dipimpin oleh pemuka agama
atau tokoh agama desa tersebut,. Setelah dilepas dengan do’a sesaji berupa
kepala kerbau ini di ”LARUNG” ke tengah lautan, pelarungan sesaji ini dipimpin oleh
pemuka agama desa tersebut.
Upacara
pelarungan ini adalah sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Allah SWT, yang
melimpahkan rizki dan keselamatan kepada warga masyarakat nelayan selama
setahun dan berharap mendapatkan rizki dan hidayahnya masa depan.
0 komentar:
Posting Komentar